Kamis, 02 Desember 2010

YAQIN SURGA NERAKA PADAHAL BELUM PERNAH KESANA.??

Tidakkah orang-
orang Islam
menyakini yaumul
jaza ’ (hari
pembalasan)?
Tidakkah orang-
orang Islam
menyakini janji dari
Rabbnya tentang
adanya surga dan
neraka? Masihkah
orang-orang Islam
menyakini adanya
hari akhirat? Karena,
kenyataannya
banyak di antara
mereka yang
terkena penyakit
‘ wahn’, yaitu
hubbudunnya wa
karohiyatul maut
(cinta dunia dan
takut mati).
Surga dan neraka
tidak dapat
divisualisasikan
dengan nyata. Tidak
nampak. Tidak
konkrit. Tidak dapat
dirasakan secara
indera. Kehidupan di
akhirat, adanya
surga dan neraka,
hanya dapat diyakini.
Di sinilah manusia
yang telah beriman
dan mengucapkan
dua kalimah
syahadat – asyhadu
alla ilaaha illaLlah wa
asyhadu anna
Muhammadar
Rasulullah – akan
diuji kebenaran
pernyataannya itu.
Apakah ia tulus
dengan pilihan
hidupanya menjadi
muslim, atau
pernyataannya itu,
tidak mempunyai arti
apa-apa dalam
kehidupan.
Rasulullah Saw
seringkali berbicara
tentang kehidupan
akhirat, dan surga.
Dan, yang dimaksud
oleh Rasulullah Saw,
adalah keridhaan
Allah Ta ’ala.
Sebagian di antara
orang-orang yang
pernah bertemu
dengan beliau
meminta kekuasaan.
Tapi, Rasulullah Saw
bersabda:
“ Surga”. Orang-
orang yang datang di
antaranya adalah
para sahabat
bertanya: “Wahai
Rasul apa yang ingin
kami lakukan ?”.
“Kalian jual diri
kalian kepada
Allah ”, jawab
Rasulullah Saw.
“ Lalu apa yang
akan kami dapat?”,
tanya mereka.
“ Surga”, jawa
Rasul Saw.
Rasulullah Saw tidak
menjanjikan kepada
mereka istana yang
megah, emas, perak,
atau kedudukan, tapi
semata-mata hanya
menjanjikan surga.
Karena itu, orang-
orang yang telah
beriman kepada Allah
dan Rasul, memiliki
kekuatan, yang
bersumber dari
keyakinan, yang tak
ada batasnya.
Keyakinan yang
mutlak dari mereka
itu, yang membuat
hidup mereka lebih
bermakna, baik di
mata manusia, atau
di sisi Rabbnya.
Maka, mereka
memiliki
kesanggupan yang
sangat luar biasa.
Mereka sanggup
ditempa terik
matahari, panasnya
gurun pasir, berjalan
ribuan kilometer, dan
hanya menggunakan
onta, sebagai
wasilah, yang
mereka tumpangi.
Mereka sanggup
menghadapi
kelaparan, dan
dahaga, yang
mencekik, tapi
mereka tak pernah
menyerah. Mereka
menghadapi siksaan,
yang amat kejam,
tak sedikit mereka
yang gugur, akibat
siksaan itu. Mereka
dipenjara, diusir,
dicerai-beraikan, dan
bahkan ada di antara
mereka ada yang
cacad seumur hidup.
Di antara mereka ada
pula yang
mengorbankan
dirinya (nyawanya),
dan dengan penuh
kegembiraan, tanpa
ada rasa takut.
Mereka hanya
membayangkan janji
dari Rabbnya, yaitu
surga.
Imam Bukhari dalam
shahihnya, bahwa Ali
ra pernah berkata:
“ Dunia pergi
menjauh, dan akhirat
mendekat. Karena
itu, jadilah kalian
anak-anak akhirat,
jangan menjadi
budak-budak
dunia”. Ali bin Abi
Thalib adalah guru
bagi orang-orang
yang mencintai
akhirat. Dalam
riwayat yang shahih,
suatu malam Ali ra
mengelus-ngelus
janggutnya, sambil
menangis, “Wahai
dunia, wahai yang
hina, kujatuhkan
talak tiga kepadamu
tanpa rujuk lagi ”,
gumam Ali ra.
Abdullah bin
Hudzaifah, ketika
menjadi tawanan,
dibawa menghadap
Raja Persia. Sang
Raja berkata kepada
Hudzaifah: “Hai
Abdullah bin
Hudzaifah! Apakah
kamu besedia keluar
dari agama
Muhammad dengan
imbalan kuberi
separuh
kerajaanku?”.
“Demi Allah yang
tidak ada Tuhan
selain Dia, sekedip
matapun aku tidak
akan mundur dari
agama Muhammad
walau engkau
memberiku seluruh
kerajaanmu dan
kerajaan bapak dan
kakekmu!?
Mereka lebih
mencintai kehidupan
akhirat,
dibandingkan dengan
kelezatan dan
kenikmatan
kehidupan dunia,
yang pasti akan
sirna. Wallahu
‘ alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar