Jumat, 24 Desember 2010

MUNGKINKAH ALLOH AMPUNI DOSAKU YG SANGAT BESAR.??

Ada pun yang
dipahami dari ajaran
Islam adalah, bahwa Allah
ta ’ala mengampuni
seluruh dosa yang telah
dilakukan oleh yang
bertobat kepada-Nya.
Jika Allah ta ’ala
menerima tobat dari
orang yang kafir, maka
itu artinya bahwa
kekufuran orang itu telah
hilang darinya dengan
datangnya Islam,
sehingga kekufurannya
diampuni dengan
keislamannya. Karena,
Islam memutus apa yang
sebelumnya. Ini
sebagaimana dikatakan
hadits. Dan juga karena
Allahta ’ala telah
berfirman di dalam surah
al-Anfal ayat (38),
“ Katakanlah kepada
orang-orang yang kafir
itu, ‘Jika mereka berhenti
(dari kekafirannya),
niscaya Allah akan
mengampuni mereka
tentang dosa-dosa
mereka yang sudah lalu .”
Artinya, jika mereka
berhenti dari
kekufurannya, dan masuk
kedalam Islam dengan
sesungguhnya, niscaya
Allah akan mengampuni
dosa-dosa mereka yang
sudah lalu sebelum
mereka masuk Islam.
Akan tetapi setelah itu,
dosa-dosa besar dan
dosa-dosa kecil yang
dilakukan seorang
manusia dan belum
ditobati hingga
meninggalnya, tetap
tersisa. Tidak diragukan,
bahwa rahmat Allah
ta’ala mengampuni
semua dosa orang yang
dikehendaki-Nya, kecuali
syirik. Karena, Allah
ta ’ala telah berfirman,
“Sesungguhnya Allah
tidak mengampuni dosa
mempersektukan
(sesuatu) dengan Dia, dan
Dia mengampuni dosa
selain syirik itu bagi siapa
yang dikehendaki-
Nya .” (QS Al-Maidah:
116)
Diriwayatkan bahwa Nabi
saw membaca firman
Allah ta ’ala yang
berbunyi, “Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-
dosa semuanya.
Sesungguhnya Dia-lah
yang Maha Pengampun
lagi Maha
Penyayang. ” (QS. Az-
Zumar: 53)
Lalu seorang laki-laki
bertanya kepada
Rasulullah saw, “Ya
Rasulullah, juga termasuk
dosa-dosa syirik ?” maka
turunlah ayat yang
berbunyi, “Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni
dosa mempersektukan
(sesuatu) dengan Dia, dan
Dia mengampuni dosa
selain syirik itu bagi siapa
yang dikehendaki-
Nya .” (QS Al-Maidah:
116)
Imam Al-Qurthubi
mengatakan tentang
ayat di atas, “Ayat ini
menjelaskan bahwa nasib
seluruh pelaku dosa
berada di tangan
kehendak Allah ta ’ala:
Jika Dia berkehendak
mengampuni maka Dia
ampuni dosanya, dan jika
Dia berkehendak
menyiksanya maka Dia
siksa atas dosanya itu,
selama dosa besar itu
bukan perbuatan syirik
kepada Allah ta ’ala. Allah
ta’ala mengampuni dosa-
dosa kecil dengan usaha
seorang hamba menjauhi
dosa-dosa besar, dan
melaksanakan kewajiban.
Karena, Rasulullah telah
bersabda di dalam sebuah
hadits sahih, “Salat lima
waktu dari waktu jumat
ke jumat yang lain, dari
Ramadhan ke Ramadhan
yang lain, adalah
penghapus dosa-dosa di
antara keduanya, selama
seseorang tidak
melakukan dosa-dosa
besar. ” Sebagian ulama
mengatakan,
sesungguhnya Allah ta’ala
telah menerangkan hal
ini di dalam firman-Nya,
“ Jika kamu menjauhi
dosa-dosa besar di antara
dosa-dosa yang dilarang
kamu mengerjakannya,
niscaya Kami hapus
kesalahan-kesalahanmu
(dosa-dosa kecilmu). ” (QS
An-Nisa: 31)
Allah ta ’ala hendak
menghapus dosa-dosa
kecil orang yang
menjauhi dosa-dosa
besar, namun tidak
mengampuni dosa-dosa
kecil orang yang
melakukan dosa-dosa
besar.
Para ulama mengatakan
bahwa di dalam
pandangan Ahlusunah
dosa-dosa besar akan di
ampuni oleh Allah ta’ala
bagi orang yang
meninggalkannya dan
bertobat darinya sebelum
meninggal. Namun, bisa
saja Allah mengampuni
seorang Muslim yang
mati dalam keadaan
membawa dosa besar.
Karena, setelah Allah
mengatakan bahwa Dia
tidak akan mengampuni
dosa menyekutukan
sesuatu dengan-Nya
(syirik), Allah ta ’ala
berkata, “Dan Dia
mengampuni segala dosa
yang selain dari
syirik. ” (QS. An-Nisa: 48)
adapun maksud dari ayat
ini adalah orang yang
mati dalam keadaan
membawa dosa. Karena,
jika yang dimaksud oleh
ayat ini adalah bagi
orang yang bertobat
sebalum mati, maka tidak
ada bedanya antara dosa
syirik dengan dosa-dosa
lainnya. Karena, orang
yang bertobat dari dosa
menyekutukan Allah akan
di ampuni dengan
keislaman dan
keimanannya.
Para mufassir
menyebutkan bahwa
tidak ada yang kekal di
dalam neraka kecuali
orang yang kafir. Adapun
orang Muslim yang
berdosa, jika dia mati
dalam keadaan tidak
bertobat maka Allah
ta ’ala akan menyiksanya
di dalam neraka untuk
sementara, dan kemudian
mengeluarkannya dengan
rahmat-Nya.
Adh-Dhihak
meriwayatkan bahwa
seorang Arab tua datang
kepada nabi saw dan
berkata, “Ya Rasulullah,
aku orang tua yang
disibukkan dengan dosa
dan kesalahan, namun
aku tidak pernah
menyekutukan sesuatu
dengan Allah sejak aku
mengenal-Nya dan
beriman kepada-Nya.
Lalu bagaimana
keadaanku di sisi Allah?”
maka Allah ta’ala
menurunkan ayat yang
berbunyi, “Sesungguhnya
Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik,
dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain
dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-
Nya .” (Qs An-Nisa: 48)
Selanjutnya, kita perlu
ketahui bahwa sebagian
dosa besar lebih besar
dosanya dari sebagian
dosa besar yang lain,
sesuai dengan
kebanyakan bahaya yang
dimiliki masing-
masingnya. Hal ini
sebagaimana disebutkan
oleh al-Qurthubi di dalam
kitab tafsirnya. Dosa
syirik adalah yang paling
besar dibandingkan
seluruh dosa besar. Dosa
syirik inilah yang tidak
akan diampuni oleh Allah
ta ’ala dengan nas Al-
Qur’an al-Karim yang
berbunyi, “Dan rahmat-
Ku meliputi segala
sesuatu . ” (QS Al-A’raf:
156)
Dosa besar selanjutnya
adalah berputus asa dari
rahmat Allah ta ’ala. Allah
ta’ala berfirman di dalam
Al-Qur’an al-Karim,
“Tidak ada yang berputus
asa dari rahmat Rabb-
nya, kecuali orang-orang
yang sesat. ” (QS.Al-Hijr:
56)
Dosa besar selanjutnya
adalah merasa aman dari
azab Allah dengan tetap
terus melakukan
perbuatan-perbuatan
maksiat. Allah ta’ala
berfirman, “Tiada yang
merasa aman dari azab
Allah kecuali orang-orang
yang merugi. ” (QS Al-
A’raf: 99)
Berikutnya adalah dosa
membunuh. Karena,
membunuh berarti
melenyapkan nyawa dan
meniadakan sesuatu yang
ada. Selanjutnya adalah
dosa zinah, karena zinah
menyebabkan campur
aduknya nasab.
Berikutnya adalah minum
khamar, karena khamar
menghilangkan akal.
Berikutnya adalah
kesaksian palsu, dan
dosa-dosa besar lainnya
yang jelas dan tampak
bahayanya. Termasuk ke
dalam kelompok dosa
besar pula adalah
bermain judi, mencuri,
mencaci maki para
pendahulu yang saleh,
berbohong di dalam
sumpah, dan berbuat
kerusakan di muka bumi.
Setiap dosa yang agama
dengan keras
mengancamnya dengan
siksa, atau bahayanya
sedemikian jelasnya,
maka itu adalah dosa
besar.
Wallahu Tabaraka wa
Ta ’ala A’lam.

KAPANKAH KIAMAT TERJADI.??

Dalam hadith, dikatakan
kiamat jatuh pada hari
Jumaat. Dari Abu
Hurairah radiyaLLahu
anhu bahawa RasuluLLah
sallaLLahu 'alaihi
wasallam telah bersabda
(yang bererti ) "Sebaik-
baik hari yang terbit
matahari padanya adlaah
hari Jumaat. Pada hari
itulah Adam dicipta, pada
waktu ini pula
dimasukkan dalam syurga
dan waktu itu juga dia
dikeluarkan daripadanya.
Hari kiamat tidak akan
terjadi kecuali pada hari
Jumaat." (Hadith Riwayat
Muslim, Abu Daud, Nasa'i
serta Tirmidzi yang
mengesahkannya)
Dari Ibnu Abbas r.a
berkata Rasulullah S.A.W
bersabda : " Sesiapa yang
berpuasa pada hari
Aasyura (10 Muharram)
maka Allah S.W.T akan
memberi kepadanya
pahala 10,000 malaikat
dan sesiapa yang
berpuasa pada hari
Aasyura (10 Muharram)
maka akan diberi pahala
10,000 orang berhaji dan
berumrah, dan 10,000
pahala orang mati syahid,
dan barang siapa yang
mengusap kepala anak-
anak yatim pada hari
tersebut maka Allah
S.W.T akan menaikkan
dengan setiap rambut
satu darjat. Dan sesiapa
yang memberi makan
kepada orang yang
berbuka puasa pada
orang mukmin pada hari
Aasyura, maka seolah-
olah dia memberi makan
pada seluruh ummat
Rasulullah S.A.W yang
berbuka puasa dan
mengenyangkan perut
mereka."ÂLalu para
sahabat bertanya
Rasulullah S.A.W : " Ya
Rasulullah S.A.W, adakah
Allah telah melebihkan
hari Aasyura daripada
hari-hari lain?". Maka
berkata Rasulullah
S.A.W : " Ya, memang
benar, Allah Taala
menjadikan langit dan
bumi pada hari Aasyura,
menjadikan laut pada
hari Aasyura, menjadikan
bukit-bukit pada hari
Aasyura, menjadikan Nabi
Adam dan juga Hawa
pada hari Aasyura,
lahirnya Nabi Ibrahim
juga pada hari Aasyura,
dan Allah S.W.T
menyelamatkan Nabi
Ibrahim dari api juga
pada hari Aasyura, Allah
S.W.T menenggelamkan
Fir'aun pada hari
Aasyura, menyembuhkan
penyakit Nabi Ayyub a.s
pada hari Aasyura, Allah
S.W.T menerima taubat
Nabi Adam pada hari
Aasyura, Allah S.W.T
mengampunkan dosa
Nabi Daud pada hari
Aasyura, Allah S.W.T
mengembalikan kerajaan
Nabi Sulaiman juga pada
hari Aasyura, dan akan
terjadi hari kiamat itu
juga pada hari Aasyura

Kamis, 23 Desember 2010

APA ARTI KATA 'DZAT'.??

syirik adalah lawan kata
dari tauhid, yaitu sikap
menyekutukan Allah
secara dzat, sifat,
perbuatan, dan ibadah.
Adapun syirik secara dzat
adalah dengan meyakini
bahwa dzat Allah seperti
dzat makhlukNya. Akidah
ini dianut oleh kelompok
mujassimah. Syirik secara
sifat artinya seseorang
meyakini bahwa sifat-
sifat makhluk sama
dengan sifat-sifat Allah.
Dengan kata lain, mahluk
mempunyai sifat-sifat
seperti sifat-sifat Allah.
Tidak ada bedanya sama
sekali.
Maka pernahkan kamu
melihat orang yang
menjadikan hawa nafsu
sebagai Tuhannya dan
Allah membiarkannya
sesat berdasarkan lmu-
Nya dengan terkunci mati
pendengaran dan hatinya
dan tertutup atas
penglihatannya. Maka
siapakah yang akan
memberinya petunjuk
sesudah Allah
(membiarkannya sesat).
Mengapa kamu tidak
mengambil pelajaran?
(Q.S Al Jaatsyiah (45) : 23)
Menurut Ibnu Araby
dalam Kitab Tafsir
Tasawufnya, “Tafsirul
Qur’anil Karim”
menegaskan, bahwa
dengan (menyebut) Asma
Allah, berarti Asma-asma
Allah Ta ’ala
diproyeksikan yang
menunjukkan
keistimewaan-nya, yang
berada di atas Sifat-sifat
dan Dzat Allah Ta ’ala.
Sedangkan wujud Asma
itu sendiri menunjukkan
arah-Nya, sementara
kenyataan Asma itu
menunjukkan
Ketunggalan-Nya.
Allah itu sendiri
merupakan Nama bagi
Dzat (Ismu Dzat)
Ketuhanan. dari segi
Kemutlakan Nama itu
sendiri. Bukan dari
konotasi atau pengertian
penyifatan bagi Sifat-
sifat-Nya, begitu pula
bukan bagi pengertian
“ Tidak membuat
penyifatan”.
Dzat sendiri
tersembunyikan oleh
Sifat, dan Sifat
tersembunyikan oleh
Af ’aal. Af’aal
tersembunyikan oleh
jagad-jagad dan makhluk.
Oleh sebab itu, siapa pun
yang meraih Tajallinya
Af ’aal Allah dengan
sirnanya tirai jagad raya,
maka ia akan tawakkal.
Sedangkan siapa yang
meraih Tajallinya Sifat
dengan sirnanya tirai
Af ’aal, ia akan Ridha dan
Pasrah. Dan siapa yang
meraih Tajallinya Dzat
dengan terbukanya tirai
Sifat, ia akan fana dalam
kesatuan. Maka ia pun
akan meraih Penyatuan
Mutlak. Ia berbuat, tapi
tidak berbuat. Ia
membaca tapi tidak
membaca
“ Bismillahirrahmaanirrahiim”.
Tauhidnya af’aal
mendahului tauhidnya
Sifat, dan ia berada di
atas Tauhidnya Dzat.
Dalam trilogi inilah Nabi
saw, bermunajat dalam
sujudnya, “Tuhan, Aku
berlindung dengan
ampunanmu dari
siksaMu, Aku berlindung
dengan RidhaMu dari
amarah dendamMu, Aku
berlindung denganMu
dari diriMu”.
jadi dzat Alloh bukan
seperti yang ada didunia.
keterbatasan ilmu kita,
sehingga tak akan
mampu untuk
memikirkannya.
wallohu'alam
09 Oktober jam 21:59 · Suka · Hapus
Tanya Jawab Masalah
Islam a sifat-sifat
dzatiyah itu identik
dengan dzat Allah dan
menafikan
ketika secara substansial
dzat Allah tidak memiliki
sifat hayat (hidup),
kemudian Dia
menciptakan sesuatu
maujud yang dinamakan
hayat (hidup), setelah itu
barulah Dia tersifati
dengan sifat hayat ini.
Begitu juga dengan sifat
Ilmu, kuasa dan lainnya.
Padahal, mustahil apabila
sebab pengada itu secara
substansial tidak memiliki
kesempurnaan yang ada
pada makhluk-Nya. Lebih
ganjil lagi, jika kita
meyakini bahwa Pencipta
itu memperoleh sifat
hidup, ilmu, dan kuasa
dari makhluk-makhluk-
Nya, lalu Dia disifati
dengan seluruh sifat
kesempurnaan berkat
makhluk-nya tersebut.
Dengan gugurnya asumsi-
asumsi di atas, tampak
jelas bahwa masing-
masing sifat Ilahi itu
bukanlah realitas yang
mandiri dan terpisah dari
dzat-Nya. Pada
hakikatnya, semua sifat
itu merupakan konsep-
konsep yang dicerap oleh
akal dari satu realitas
yang sederhana (basith),
yaitu dzat Allah Yang
Suci.
Memikirkan Dzat Allah
Orang yang memikirkan
dzat Allah tidak akan
sampai kepada apa yang
diinginkannya ia akan
tersesat karena akal
manusia tidak akan
sampai kesana. Ketika
memikirkan dzat Allah ia
akan terpeleset pada
kesyirikan.
Definisi syirik adalah
lawan kata dari tauhid,
yaitu sikap
menyekutukan Allah
secara dzat, sifat,
perbuatan, dan ibadah.
Adapun syirik secara dzat
adalah dengan meyakini
bahwa dzat Allah seperti
dzat makhlukNya. Akidah
ini dianut oleh kelompok
mujassimah. Syirik secara
sifat artinya seseorang
meyakini bahwa sifat-
sifat makhluk sama
dengan sifat-sifat Allah.
Dengan kata lain, mahluk
mempunyai sifat-sifat
seperti sifat-sifat Allah.
Tidak ada bedanya sama
sekali.
Sesungguhnya sifat-sifat
yang dinisbatkan kepada
Allah, adakalanya berupa
konsep-konsep
(gambaran di mental)
yang diperoleh akal dari
pengamatannya atas zat
Allah, sambil
menekankan bahwa sifat-
sifat tersebut mencakup
berbagai kesempurnaan
seperti; sifat hidup (Al-
Hayah), ilmu (Al-'Ilm), dan
kuasa (Al-Qudrah) dan
sifat-sifat lainnya.Atau,
adakalanya sifat-sifat itu
berupa konsep-konsep
yang diperoleh akal dari
pengamatannya atas
bentuk-bentuk hubungan
antara Allah SWT dengan
makhluk-makhluk-Nya
seperti; penciptaan (Al-
Khaliqiyah) dan
pemberian rizki (Ar-
Razikiyah). Kelompok
pertama disebut sebagai
sifat–sifat dzatiyah, dan
kelompok kedua sebagai
sifat-sifat fi'liyah.
Perbedaan mendasar
antara dua sifat tersebut
ialah bahwa sifat-sifat
pada kelompok pertama
merupakan realitas
objektif yang nyata bagi
dzat Ilahi yang suci-Nya.
Adapun sifat-sifat pada
kelompok kedua
merupakan relasi (nisbah)
antara Allah dan
makhluk-Nya. Di sini, dzat
Allah dan dzat makhluk-
Nya merupakan dua sisi
relasi, misalnya Al-
Khaliqiyah. Sifat ini
diperoleh dari hubungan
yang terdapat pada
makhluk-makhluk-Nya
dengan dzat Allah. Dalam
hal ini, Allah SWT dan
seluruh makhluk
merupakan dua sisi
hubungan tersebut. Akan
tetapi dalam realitasnya,
tidak terdapat apa pun
selain dzat Allah yang
suci dan dzat-dzat
makhluk-Nya. Artinya
bahwa Al-Khaliqiyah itu
bukanlah sebuah realitas
yang nyata.
Sudah jelas bahwa pada
tataran dzat, Allah SWT
memiliki sifat Al-Qudrah
(kekuasaan) untuk
mencipta. Akan tetapi,
sifat ini merupakan sifat
dzatiyah. Adapun Al-
Khalq (penciptaan)
merupakan mafhum idlafi
(konsep relasional) yang
diperoleh pada tataran
tindakan Allah. Oleh
karena itu, Al-Khaliq
(pencipta) termasuk sifat
fi'liyah. Lain halnya jika
kita menafsirkan Al-
Khaliq (pencipta) dengan
Al-Qadir 'alal khalq
(kuasa untuk mencipta),
dalam hal ini ia kembali
kepada sifat dzatiyah,
yakni Al-Qudrah.
Sifat-sifat dzatiyah Allah
yang penting ialah Al-
Hayah (hidup), Al-'Ilm
(tahu), dan Al-Qudrah
(kuasa). Adapun sifat
mendengar (As-Sami')
dan melihat (Al-Bashir),
apabila kita tafsirkan
kedua sifat ini bahwa
Allah mengetaui apa saja
yang didengar dan apa
saja yang dilihat, atau
kuasa untuk mendengar
dan melihat, maka kedua
sifat tersebut menginduk
kepada Al-'Alim dan Al-
Qadir (Mahatahu dan
Mahakuasa). Namun, jika
maksud kedua sifat itu
adalah mendengar dan
melihat secara tindakan
(fi'li) yang dicerap akal
dari hubungan Dzat Yang
Mahadengar dan
Mahalihat dengan segala
sesuatu yang mungkin
untuk didengar dan
dilihat, maka kedua sifat
tersebut harus
digolongkan ke dalam
sifat fi'liyah. Sebagimana
sifat ilmu terkadang
digunakan dengan
pengertian demikian ini.
Istilah seperti ini
dinamakan sebagai ilmu
fi'li.
Sebagian mutakalimin
menggolongkan sifat
berkata (Al-Kalam) dan
berkehendak (iradah) ke
dalam sifat dzatiyah,
yang Insya Allah hal ini
akan kita bahas pada
bagian berikutnya.
Menetapkan Sifat-sifat
Dzatiyah
Cara yang paling mudah
untuk menetapkan sifat
Al-Hayah, Al-Qudrah dan
Al-'Ilm pada Allah SWT
adalah sebagai berikut;
bahwa tatkala konsep
(dari sifat-sifat) tersebut
berlaku pada makhluk-
makhluk, ia merupakan
kesempurnaan bagi
mereka. Konsekuensinya
adalah sifat-sifat itu pun
terdapat pada Sebab
Pengada dalam bentuk
yang lebih mulia dan
lebih sempurna. Karena,
setiap kesempurnaan
yang ada pada makhluk
manapun bersumber dari
Sebab Pengada, yaitu
Allah SWT. Dengan
demikian, Dia pasti
memiliki sifat-sifat
tersebut sehingga
menganugerahkan
kepada makhluk-
makhluk-Nya. Sebab,
tidak mungkin suatu dzat
adalah sebagai Pencipta
kehidupan, sementara
Dia sendiri tidak
memilikinya, atau
menganugerahkan
pengetahuan dan
kekuasaan kepada
makhluk-makhluk-Nya,
sementara Dia sendiri
jahil dan lemah. Jelas,
bahwa setiap yang tidak
memiliki sesuatu tidak
akan dapat memberikan
sesuatu kepada selainnya
(Faqidu As-Syai' La
Yu'thihi).
Maka itu, keberadaan
sifat-sifat kesempurnaan
pada sebagian makhluk-
Nya merupakan dalil atas
keberadaan sifat-sifat
tersebut pada Al-Khaliq
(pencipta) tanpa
berkurang dan terbatas.
Artinya, Allah SWT
memiliki sifat hidup, ilmu
dan kuasa secara mutlak
dan tak terbatas. Untuk
selanjutnya, kami akan
membahas masing-
masing dari ketiga sifat
tersebut secara lebih
luas.

Senin, 20 Desember 2010

ADA ORANG YG MENGAKU KEMASUKAN MALAIKAT, APAKAH SYIRIK.??

Al-wahyu adl kata
masdar/infinitif dan
materi kata itu
menunjukkan dua dasar
yaitu tersembunyi dan
cepat. Oleh sebab itu
maka dikatakan bahwa
wahyu adl pemberitahuan
secara tersembunyi dan
cepat yg khusus diberikan
kepada orang yg
diberitahu tanpa
diketahui orang lain.
Inilah pengertian
masdarnya. Tetapi
kadang-kadang juga
bahwa yg dimaksudkan
adl al-muha yaitu
pengertian isim maf ’ul yg
diwahyukan.
Pengertian wahyu dalam
arti bahasa meliputi
Ilham sebagai bawaan
dasar manusia seperti
wahyu terhadap ibu Nabi
Musa Dan kami ilhamkan
kepada ibu Musa
‘ Susuilah dia ..’. .
Ilham berupa naluri pada
binatang seperti wahyu
kepada lebah Dan
Tuhanmu telah
mewahyukan kepada
lebah ‘Buatlah sarang di
bukit-bukit di pohon-
pohon kayu dan di rumah-
rumah yg didirikan
manusia ’. {An-Nahl 68}.
Isyarat yg cepat melalui
rumus dan kode seperti
isyarat Zakaria yg
diceritakan Alquran
Maka keluarlah dia dari
mihrab lalu memberi
isyarat kepada mereka
‘ Hendaknya kamu
bertasbih di waktu pagi
dan petang ’. {Maryam
11}.
Bisikan dan tipu daya
setan utk menjadikan yg
buruk kelihatan indah
dalam diri manusia.
Sesungguhnya setan-
setan itu membisikkan
kepada kawan-kawannya
agar mereka membantah
kamu. . Dan demikianlah
kami jadikan bagi tiap-
tiap nabi itu musuh yaitu
setan-setan dari jenis
manusia dan dari jenis jin
sebagian mereka
membisikkan kepada
sebagian yg lain
perkataan-perkataan yg
indah-indah utk menipu
mereka.
Apa yg disampaikan Allah
kepada para malaikatnya
berupa suatu perintah
utk dikerjakan.
Ingatlah ketika Tuhanmu
mewahyukan kepada
para malaikat
‘ Sesungguhnya Aku
bersama kamu maka
teguhkanlah pendirian
orang-orang yg beriman’.
{Al-Anfal 12}.
Sedang wahyu Allah
kepada para nabi-Nya
secara syar ’i mereka
definisikan sebagai kalam
Allah yg diturunkan
kepada seorang nabi.
Definisi ini menggunakan
pengertian maf ’ul yaitu
almuha . Ustad
Muhammad Abduh
mendefinisikan wahyu di
dalam Risalatut Tauhid
adl pengetahuan yg
didapat oleh seseorang
dari dalam dirinya dgn
disertai keyakinan bahwa
pengetahuan itu datang
dari Allah melalui
perantara ataupun tidak.
Yang pertama melalui
suara yg menjelma dalam
telinganya atau tanpa
suara sama sekali. Beda
antara wahyu dgn ilham
adl bahwa ilham itu
intuisi yg diyakini jiwa
sehingga terdorong utk
mengikuti apa yg diminta
tanpa mengetahui dari
mana datangnya. Hal
seperti itu serupa dgn
perasaan lapar haus sedih
dan senang.
Definisi di atas adl
definisi wahyu dgn
pengertian masdar.
Bagian awal definisi ini
mengesankan adanya
kemiripan antara wahyu
dgn suara hati atau
kasyaf tetapi
pembedaannya dgn ilham
di akhir definisi
meniadakan hal ini.
Quraan Manna’ Khaliil al-
Qattaan

Jumat, 17 Desember 2010

KENAPA KATA GANTI 'ALLOH' MEMAKAI HUWA (DIA LK2).??

Kata yang menunjukkan
arti orang ketiga tunggal
didalam bahasa arab
hanya terdapati dua
pilihan. Pertama, huwa.
Kedua, hiya. Dimana
kedua-duanya jika
disandarkan kepada
dzatnya Tuhan secara
haqiqi, jelas tidak akan
bisa, karena keduanya,
baik huwa mauoun hiya,
mempunyai jenis kelamin.
Sementara Tuhan tidak
mempunyai jenis kelamin,
karena memang Tuhan
berbeda dengan
hambanya. Tuhan sendiri
dipandang dari satu sisi
bisa dikatakan ghoib,
karena panca indera kita
tidak mampu
menemukannya, tapi
disisi yang lain bisa kita
katakana hadir,
Keterbatasan bahasa
untuk mengungkapkan
sesuatu yang di
sandarkan kepada Tuhan
bukan berarti itu makna
sebenarnya. Di dalam
bahasa sendiri kita
mengenal ada sebuah
lafadz yang bisa kita
artikan sebenarnya, dan
terkadang ada yang tidak
bisa kita artikan
sebenarnya, karena
adanya dalil yang
mencegah untuk
dimaknai secara asli
wadh’I lughohnya.
Di dalam nahwu sendiri
ada istilah “ala wajhi al-
taghlib”, kenapa dalam
Al-qur’an ketika
menunjukkan tentang
Tuhan menggunakan kata
huwa, kenapa tidak hiya?
Jawabannya jelas, yaitu:
“ ala wajhi al-taghlib”.
wallohu'alam

Kamis, 16 Desember 2010

APAKAH ROH QUDUS ITU ALLOH S.W.T.??

Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa
berfirman: "Dan sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul pada
tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
Sembahlah Allah ( saja), dan jauhilah
Thaghut itu" (QS An Nahl: 36)
"Padahal mereka hanya disuruh
menyembah Tuhan Yang Maha Esa;
tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia. Maha Suci
Allah dari apa yang mereka
persekutukan" (QS At Taubah: 31)
"Maka sembahlah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya.
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-
lah agama yang bersih (dari syirik)
" (QS Az Zumar: 2-3) "Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan
memurnikan keta`atan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama dengan
lurus" (QS Al Bayinah: 5) Al Quddus
( سودقلا) sifatNya Dzat Allah Yang
Memiliki Mutlak sifat Suci. Kata dasar
dari Al Quddus adalah Qaddasa
yang artinya mensucikan dan
Menjauhkan dari kejahatan, bisa pula
diartikan membesarkan dan
meagungkan. Rabb disucikan dari
setiap kekurangan sedikitpun,
disucikan dan diagungkan dari
segala bentuk penyerupaan,
perbandingan, bersekutu maupun
sekufu dengan mahlukNya.
Kesucian-Nya Allah ta'ala sangat
bersih dari perasaan keji, jahat,
negatif dan yang lainnya. Rasul-rasul
itu Kami lebihkan sebagian (dari)
mereka atas sebagian yang lain. Di
antara mereka ada yang Allah
berkata- kata (langsung dengan dia)
dan sebagiannya Allah
meninggikannya beberapa derajat.
Dan Kami berikan kepada Isa putera
Maryam beberapa mukjizat serta
Kami perkuat dia dengan Ruhul
Qudus. Dan kalau Allah
menghendaki, niscaya tidaklah
berbunuh-bunuhan orang-orang
(yang datang) sesudah rasul-rasul
itu, sesudah datang kepada mereka
beberapa macam keterangan, akan
tetapi mereka berselisih, maka ada di
antara mereka yang beriman dan
ada (pula) di antara mereka yang
kafir. Seandainya Allah
menghendaki, tidaklah mereka
berbunuh-bunuhan. Akan tetapi
Allah berbuat apa yang dikehendaki-
Nya. (Surat Al Baqarah ayat 253) 1.
( Ingatlah), ketika Allah mengatakan:
“ Hai Isa putra Maryam, ingatlah
nikmat-Ku kepadamu dan kepada
ibumu di waktu Aku menguatkan
kamu dengan ruhul qudus. Kamu
dapat berbicara dengan manusia di
waktu masih dalam buaian dan
sesudah dewasa; dan (ingatlah) di
waktu Aku mengajar kamu menulis,
hikmah, Taurat dan Injil, dan
( ingatlah pula) diwaktu kamu
membentuk dari tanah (suatu
bentuk) yang berupa burung
dengan ijin-Ku, kemudian kamu
meniup kepadanya, lalu bentuk itu
menjadi burung (yang sebenarnya)
dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah) di
waktu kamu menyembuhkan orang
yang buta sejak dalam kandungan
ibu dan orang yang berpenyakit
sopak dengan seizin-Ku, dan
( ingatlah) di waktu kamu
mengeluarkan orang mati dari
kubur (menjadi hidup) dengan
seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu
Aku menghalangi Bani Israil (dari
keinginan mereka membunuh
kamu) di kala kamu mengemukakan
kepada mereka keterangan-
keterangan yang nyata, lalu orang-
orang kafir diantara mereka berkata:
“ Ini tidak lain melainkan sihir yang
nyata”. (Al Maa’idah ayat 110)
wallohu'alam

Selasa, 14 Desember 2010

RIZQI ITU DARI SIAPA.??

Dan berapa
banyak binatang yang tidak (dapat)
membawa ( mengurus) rezkinya
sendiri. Allah- lah yang memberi
rezki kepadanya dan kepadamu dan
Dia Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. (QS. AL ANKABUT:60)
Rizki yang dijanjikan seperti yang
tertuang pada ayat di atas, Allah
menjanjikan rizki kepada semua
mahluk ciptaannya, Allah Maha
Mengetahui semua kebutuhan
mahluknya. Rizki yang
digantungkan adalah rizki yang akan
diberikan kalau kita bersikap atau
melakukan sesuatu, bisa amal atau
lainnya. Misal, zakat yang kita
berikan bisa mendatangkan rizki
tambahan atau setidaknya
menghindarkan dari malapetaka
(jenis rizki yang lain). Rizki yang
diusahakan rizki ini perlu diraih,
harus dicari, intinya kita harus
berusaha dan berikhtiar untuk
mendapatkannya. Berapa besar
jenis rizki ini kita dapat tergantung
dari berapa besar usahanya. Kadang
jenis rizki ini tidak didapat instan,
tetapi melalui proses atau dibayar
diakhir perjalanan. Terserah pilihan
kita masing- masing untuk
mendapatkan rizki jenis mana,
mendapat ketiga- tiganya pun bisa.
Yang menarik pada jenis rizki yang
diusahakan adalah pada peran
manusia sebagai karyawan atau
usahawan. Walaupun masing2
melaksanakan pekerjaan dengan
berat yang sama persis, tetapi untuk
karyawan, rizki yang diusahakan
akan dibagi dua antara perusahaan
yang mempekerjakan (jumlahnya
dinamis, biasanya lebih besar) dan
untuk karyawan (jumlahnya
statis=gaji, biasanya lebih kecil),
sedangkan untuk usahawan, rizki
yang diusahakan akan masuk
seluruhnya, kalaupun punya
karyawan ya seperti dibilang
sebelumya, karyawan sudah punya
rizki sendiri. jadi orang yang
melakukan syirik meminta dari jin
dan pohon2 , batu2 an. sebenarnya
pada saat dia meminta pada berhala,
syaitan mengerubungi diatas kepala
mereka,membuat mereka khusu'.
karna Alloh SWT,bersipat yang
maha pengasih lagi maha
penyayang. lalu Alloh berikan Rizki
itu. tetapi mereka harus
mempertanggung jawabkan nanti di
achirat. wallohu'alam.

Senin, 13 Desember 2010

BENCANA TAHUN 2010 INDENTIK DG ANGKA 26, APAKAH MAKSUDNYA.??

Firman Allah swt :
اَّم َكَباَصَأ ْنِم
ٍةَنَسَح َنِمَف ِهّللا اَمَو
َكَباَصَأ نِم ٍةَئِّيَس
نِمَف َكِسْفَّن
Artinya : “Apa saja
nikmat yang kamu
peroleh adalah dari Allah,
dan apa saja bencana
yang menimpamu, maka
dari (kesalahan) dirimu
sendiri. ” (QS. An Nisaa :
79)
Ibnu Katsir mengatakan
bahwa makna “Apa saja
nikmat yang kamu
peroleh adalah dari
Allah ” adalah dari
karunia dan kasih sayang
Allah swt. Sedangkan
makna “dan apa saja
bencana yang
menimpamu, maka dari
(kesalahan) dirimu
sendiri. ” Berarti dari
dirimu sendiri dan dari
perbuatanmu sendiri,
sebagaimana firman-
Nya :
اَمَو مُكَباَصَأ نِّم
ٍةَبيِصُّم اَمِبَف
ْتَبَسَك مُكيِدْيَأ
ْ وُفْعَيَو نَع ٍريِثَك
“ Dan apa saja musibah
yang menimpa kamu
maka adalah disebabkan
oleh perbuatan tanganmu
sendiri, dan Allah
memaafkan sebagian
besar (dari kesalahan-
kesalahanmu).” (QS. Asy
Syura : 30)
As Suddiy, Hasan al
Bashri, Ibnu Juraih dan
Ibnu Zaid mengatakan
bahwa makna “maka dari
dirimu sendiri” adalah
karena dosamu. Qatadah
mengatakan bahwa
makna ” “Apa saja nikmat
yang kamu peroleh
adalah dari Allah, dan
apa saja bencana yang
menimpamu, Maka dari
(kesalahan) dirimu
sendiri. ” Adalah akibat
dosamu wahai anak
Adam.
Didalam sebuah hadits
disebutkan, ”Demi yang
jiwaku berada ditangan-
Nya, tidaklah seorang
mukmin ditimpa
kegalauan, kesedihan,
kepayahan bahkan duri
yang menancap padanya
kecuali dengannya Allah
akan menghapuskan
kesalahan-
kesalahannya. ” (Tafsir al
Qur’an al Azhim juz II hal
363)
Sedangkan bala atau
cobaan maupun ujian
juga telah disebutkan
didalam Al Qur ’an
diantaranya firman Allah
swt :
كوُلْبَنَومُ ِّرَّشلاِب
رْيَخْلاَوِ ًةَنْتِف
َنْيَلِإَوا نوُعَجْرُت َ
Artinya : “Kami akan
menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan
sebagai cobaan (yang
sebenar-benarnya). dan
hanya kepada Kamilah
kamu dikembalikan. ” (QS.
Al Anbiya : 35)
Cobaan atau ujian yang
menimpa setiap orang
dan ia ini isa berupa
keburukan atau
kebaikan, kesenagan
atau kesengsaraan,
sebagaimana disebutkan
pula didalam firman-Nya
yang lain :
“ Dan kami coba mereka
dengan (nikmat) yang
baik-baik dan (bencana)
yang buruk-buruk. ” (QS.
Al A’raf : 168)
Ibnu Katsir mengatakan
bahwa makna “Kami
akan menguji kamu
dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan
(yang sebenar-benarnya )”
adalah terkadang Kami
menguji dengan berbagai
musibah dan terkadang
dengan berbagai
kenikmatan agar kami
mengetahui orang-orang
yang bersyukur dari
orang-orang yang kafir,
orang-orang yang
bersabar dari orang-
orang yang berpuus asa
sebagaimana perkataan
Ali bin Thalhah dari Ibnu
Abbas bahwa makna
“ Dan Kami menguji
kalian” dia mengatakan
Kami menguji kalian
dengan keburukan dan
kebaikan sebagai fitnah
(cobaan), dengan
kesulitan dan
kelapangan, kesehatan
dan rasa sakit, kekayaan
dan kemiskinan, halal dan
haram, ketaatan dan
kemaksiatan, petunjuk
dan kesesatan …
sedangkan firman-Nya
yang berarti “dan hanya
kepada Kamilah kamu
dikembalikan ” adalah
Kami akan memberikan
ganjaran (balasan) atas
amal kamu. (Tafsir al
Qur ’an al Azhim juz V hal
342)
Cobaan atau ujian ini
juga terkadang
disesuaikan dengan kadar
dan kualitas keimanan
seseorang serta sebagai
sarana untuk
menambahkan pahala
orang yang terkena ujian
ini, karena itu didalam
hadits yang diriwayatkan
oleh Bukhori disebutkan
bahwa orang yang paling
berat ujiannya adalah
para nabi.
Syeikh Al Mubarokhfuriy
mengatakan bahwa
mereka (para nabi) yang
paling berat ujian dan
cobaannya karena
mereka adalah orang-
orang yang merasakan
kelezatan semua cobaan
itu sebagaimana
kebanyakan orang
merasakan lezat semua
kenikmatan. Karena
apabila para nabi tidak
diuji maka keimanan
kepada Allah yang ada
didalam diri mereka
hanya akan menjadi
khayalan dan
melemahkan umat
didalam kesabarannya
menghadapi suatu
cobaan. Hal itu juga
dikarenakan orang yang
paling berat cobaan
adalah yang paling kuat
ketaatannya dan paling
kuat didalam
mengembalikan segala
urusannya kepada Allah
swt. (Tuhfatul Ahwadzi
juz VI hal 185)
Cobaan atau ujian ini bisa
juga disebabkan karena
kesalahan atau dosa yang
dilakukan seseorang,
seperti dosa seseorang
yang meninggalkan jihad
dikarenakan para wanita-
wanitanya, sebagaimana
firman Allah swt :
مُهْنِمَو نَّم ُلوُقَي نَذْئا
يِّل َالَو يِّنِتْفَت
َالَأ يِف ةَنْتِفْلا
ِ ْاوُطَقَس
Artinya : “Di antara
mereka ada orang yang
berkata: "Berilah saya
keizinan (tidak pergi
berperang) dan janganlah
kamu menjadikan saya
terjerumus dalam
fitnah." (QS. At Taubah :
49)
Sesungguhnya ujian
ataupun cobaan yang
ditimpakan kepada orang
itu adalah ketika orang
itu mengatakan
pemohonan izinnya
kepada Rasulullah saw
disebabkan kelemahan
iman mereka untuk ikut
berperang di jalan Allah
melawan pasukan
Romawi dengan mencari-
cari alasan kecantikan
para wanita Romawi yang
bisa membuat mereka
tidak tahan dan akan
mempengaruhi jihad
mereka.
Dengan demikian bisa
difahami bahwa cobaan
atau ujian adalah lebih
luas atau lebih umum
daripada musibah.
Dikarenakan tidaklah
disebut musibah kecuali
untuk sesuatu yang tidak
menyenangkan bagi
seorang yang
mendapatkannya
sementara ujian atau
cobaan bisa berupa
kesenangan atau
kesengsaraan. Dan
terkadang efek dari bala’
ini lebih berat daripada
musibah. Orang
terkadang sanggup
bertahan didalam
keimanan saat
mendapatkan kesulitan
akan tetapi hilang
imannya tatkala
mendapatkan
kesenangan.
Dan apapun yang
diterima seorang muslim
baik ia berupa ujian
maupun cobaan baik
berupa kesenangan
ataupun kesengsaraan,
kelapangan atau
kesempitan, kekayaan
atau kemiskinan maka
semuanya adalah baik
baginya karena mereka
adalah orang-orang yang
bersyukur ketika dirimpa
kesenangan dan bersabar
ketika ditimpa
kesengsaraan.
Dan tidaklah suatu
musibah atau ujian itu
ditimpakan kepada
seorang mukmin kecuali
adalah sebagai pembersih
dosa dan kesalahannya di
dunia sehingga tidak ada
lagi baginya siksa atas
dosa itu di akhrat,
sebagaimana yang
diriwayatkan oleh
Tirmidzi disebutkan
bahwa Rasulullah saw
bersabda, ”Tidaklah
seorang mukmin atau
mukminah yang ditimpa
suatu bala ’ (cobaan)
sehingga ia berjalan di
bumi tanpa membawa
kesalahan. ”
Sementara musibah atau
ujian yang diberikan
kepada orang-orang kafir
adalah bagian dari adzab
Allah kepada mereka di
dunia sementara adzab
yang lebih besar telah
menantinya di akherat,
sebagaimana firman-
Nya :
قيِذُنَلَوْمُهَّنَ َنِم
ِباَذَعْلا ىَنْدَأْلا َنوُد
ِباَذَعْلا رَبْكَأْلا
ِ مُهَّلَعَلْ نوُعِجْرَي َ
Artinya : “Dan
Sesungguhnya kami
merasakan kepada
mereka sebahagian azab
yang dekat (di dunia)
sebelum azab yang lebih
besar (di akhirat),
Mudah-mudahan mereka
kembali (ke jalan yang
benar). ” (QS. As Sajdah :
21)
“ Itulah orang-orang yang
tidak memperoleh di
akhirat, kecuali neraka
dan lenyaplah di akhirat
itu apa yang telah
mereka usahakan di
dunia dan sia-sialah apa
yang Telah mereka
kerjakan. (QS. Huud : 16)
Didalam sebuah hadis
yang diriwayatkan dari
Anas bin Malik bahwa
Rasulullah saw
bersabda,”Sesungguhnya
Allah tidaklah menzhalimi
seorang mukmin,
diberikan kepadanya
kebaikan di dunia dan
disediakan baginya
pahala di akherat.
Adapun orang yang kafir
maka ia memakan
dengan kebaikan-
kebaikan yang
dilakukannya di dunia
sehingga ketika dia
kembali ke akherat maka
tidak ada lagi satu
kebaikan pun sebagai
ganjaran baginya. “ (HR.
Muslim)

Jumat, 03 Desember 2010

MENUHANKAN HARTA WANITA DAN WAKTU APAKAH SYIRIK.??

Telaah At-Taubah:24) Katakanlah:
"Jika bapa-bapa, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaan yang
kamu khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah yang kamu sukai,
adalah lebih kamu cintai daripada
ALlah dan RasulNya dan (dari)
berjihad di jalanNya, maka
tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusanNya." Dan
ALlah tidak memberi petunjuk pada
faasiqiin. (QS, 9:24) Ikhwan/akhwat,
Assalamualaikum, Dalam menelaah
dan memahami ayat ini ada
baiknya kita lihat pembahasan Ibnu
Taimiyyah dalam bukunya:
"Al'Ubudiyyah" (Pengabdian). Dalam
buku tersebut, Ibnu Taimiyyah
menuliskan beberapa tahapan cinta
(marahilal-mahabah), atau lebih
tepat dikatakan fase-fase cinta.
Ibnu Taimiyyah - semoga ALlah
ridha kepadanya - menjabarkan
fase-fase dan prioritas cinta tersebut
secara rinci, sistematik dan
menarik. : 1. Simpati (Muta'atif)
Menurut Ibnu Taimiyyah cinta tak
akan tumbuh kalau tak terdapat
rasa simpati terhadap yang dicintai.
Simpati, paling sering, timbul pada
pandangan terhadap penampilan
fisik, sikap dan juga pemikiran. Bila
simpati telah ada, maka akan
berlanjut pada fase berikutnya.
"Simpati" seseorang kepada ALlah,
dapat timbul karena ta'jub terhadap
tanda-tanda kekuasaan, kekuatan
dan keperkasaan ALlah yang
terdapat di semesta alam. Dengan
kata lain, cinta seorang hamba
kepada ALlah dapat timbul setelah
menyadari dan meyakini
keperkasaan ALlah setelah melihat
tanda- tanda kebesaranNya. 2.
Curahan Hati (Ash Shabbabah) Bila
rasa simpati telah tertanggapi,
maka seseorang akan
menjadikannya sebagai tempat
untuk mencurahkan isi hati, tempat
mengeluarkan "uneg-uneg",
sehingga menumbuhkan cinta
sesungguhnya. Dalam hubungan
antar manusia, hal ini boleh
dikatakan sebagai saling
menyatakan rasa cinta. Menurut
Ibnu Taimiyyah, seorang hamba
dengan melihat ayat-ayat yang
terhampar (al ayyatul kauniyyah)
di semesta ini, sebenarnya sudah
cukup untuk dapat bersijut ke fase
berikutnya dengan bertambahnya
keseriusan yang dimiliki untuk
dapat lebih dekat kepada yang
dicintainya (ALlah SWT) serta
menjadikannya curahan hati (dalam
berdo'a). Rasa simpati saja, tanpa
keseriusan dan kesungguhan,
mustahil dapat memberikan hasil
berupa rasa cinta. 3. Rindu (Asy
Syauku) Bila telah saling cinta, maka
rasa rindu pasti timbul. Apapun dan
siapapun yang dicintai, pasti akan
menimbulkan rasa rindu. Orang
yang rindu, tak jarang selalu
teringat kepada yang dirindui/
dicintai, ingin selalu menyebut
namanya, senang bila terdengar
nama yang dicintai dan sangat ingin
segera bertemu. Orang yang
teramat sangat cintanya kepada
ALlah SWT, juga akan senantiasa
rindu dan selalu ingat serta selalu
ingin menyebut namanya (dzikir),
dan bergetar hatinya bila
disebutkan ayat- ayatNya (8:2) 4.
Mesra (Al 'Isyqu) Orang yang saling
memendam rindu, bila kemudian
bertemu akan saling merasakan
kemesraan. Di tingkat ini,
kemesraan tidak jarang akan
melalaikan. Bila kemesraan telah
mencapai tingkatan yang
melenakan, maka fase ini telah
berubah ke fase berikutnya yaitu
pengabdian. 5. Pengabdian (Al
'Ubudiyyah) Fase cinta berupa
pengabdian hanyalah hak ALlah,
bila seseorang mencintai sesuatu
sampai ia lalai, berarti sesuatu yang
dicintai dan dimesrainya itu telah
menjadi ilah-nya. Karenanya
banyak manusia yang menuhankan
sesuatu selain ALlah. Seorang
muslim boleh-boleh saja mencintai
manusia (orangtua, anak, isteri/
suami) atau harta kekayaan,
perniagaan, rumah dan lain lain,
seperti yang disebutkan dalam ayat
9:24, TAPI kecintaan tersebut tidak
boleh melebihi kecintaannya
kepada ALlah SWT, RasulNya dan
berjihad fisabiliLlah. Kecintaan
kepada selain ALlah, hanya bisa
ditolerir sampai fase ke-empat yang
tidak sampai melalaikan, demikian
menurut Ibnu Taimiyyah.
Kenyataannya? Fenomena yang
ada di sekitar kita mengatakan lain!
Banyak terjadi, cinta hamba kepada
ALlah hanya setaraf simpati, sedang
cintanya pada selain ALlah justru
cinta seorang abdi. Ada pula hamba
yang kecintaannya kepada ALlah
dan yang selain ALLah didudukkan#
pada tingkat yang sama, yakni
pengabdian. AudzubiLlahi min
dzalika. Dalam hal ini Muhammad
bin Abdul Wahhab, murid Ibnu
Taimiyyah, dalam "Kitab Tauhid"-
nya (yang tengah diposting secara
serial oleh akh Jazi Istiyanto)
menyatakan bahwa menyamakan
kecintaan kita kepada ALlah dengan
kecintaan kepada selain ALlah, syirik
besar hukumnya. Beliau
menamakan syirik tersebut sebagai
2:165. Semoga kita termasuk
mereka yang dapat
memprioritaskan cintanya kepada
ALlah Rabbul Jalil, kepada RasulNya
dan kepada Al- Islam; dan semoga
kita terlindung dari perbuatan syirik.
Wassalamu'alaikum Reference: [1]
Ibnu Taimiyyah, "Al 'Ubudiyyah" [2]
Al Quran & Terjamahnya (Depag RI),
2:165 dan 9:24

Kamis, 02 Desember 2010

YAQIN SURGA NERAKA PADAHAL BELUM PERNAH KESANA.??

Tidakkah orang-
orang Islam
menyakini yaumul
jaza ’ (hari
pembalasan)?
Tidakkah orang-
orang Islam
menyakini janji dari
Rabbnya tentang
adanya surga dan
neraka? Masihkah
orang-orang Islam
menyakini adanya
hari akhirat? Karena,
kenyataannya
banyak di antara
mereka yang
terkena penyakit
‘ wahn’, yaitu
hubbudunnya wa
karohiyatul maut
(cinta dunia dan
takut mati).
Surga dan neraka
tidak dapat
divisualisasikan
dengan nyata. Tidak
nampak. Tidak
konkrit. Tidak dapat
dirasakan secara
indera. Kehidupan di
akhirat, adanya
surga dan neraka,
hanya dapat diyakini.
Di sinilah manusia
yang telah beriman
dan mengucapkan
dua kalimah
syahadat – asyhadu
alla ilaaha illaLlah wa
asyhadu anna
Muhammadar
Rasulullah – akan
diuji kebenaran
pernyataannya itu.
Apakah ia tulus
dengan pilihan
hidupanya menjadi
muslim, atau
pernyataannya itu,
tidak mempunyai arti
apa-apa dalam
kehidupan.
Rasulullah Saw
seringkali berbicara
tentang kehidupan
akhirat, dan surga.
Dan, yang dimaksud
oleh Rasulullah Saw,
adalah keridhaan
Allah Ta ’ala.
Sebagian di antara
orang-orang yang
pernah bertemu
dengan beliau
meminta kekuasaan.
Tapi, Rasulullah Saw
bersabda:
“ Surga”. Orang-
orang yang datang di
antaranya adalah
para sahabat
bertanya: “Wahai
Rasul apa yang ingin
kami lakukan ?”.
“Kalian jual diri
kalian kepada
Allah ”, jawab
Rasulullah Saw.
“ Lalu apa yang
akan kami dapat?”,
tanya mereka.
“ Surga”, jawa
Rasul Saw.
Rasulullah Saw tidak
menjanjikan kepada
mereka istana yang
megah, emas, perak,
atau kedudukan, tapi
semata-mata hanya
menjanjikan surga.
Karena itu, orang-
orang yang telah
beriman kepada Allah
dan Rasul, memiliki
kekuatan, yang
bersumber dari
keyakinan, yang tak
ada batasnya.
Keyakinan yang
mutlak dari mereka
itu, yang membuat
hidup mereka lebih
bermakna, baik di
mata manusia, atau
di sisi Rabbnya.
Maka, mereka
memiliki
kesanggupan yang
sangat luar biasa.
Mereka sanggup
ditempa terik
matahari, panasnya
gurun pasir, berjalan
ribuan kilometer, dan
hanya menggunakan
onta, sebagai
wasilah, yang
mereka tumpangi.
Mereka sanggup
menghadapi
kelaparan, dan
dahaga, yang
mencekik, tapi
mereka tak pernah
menyerah. Mereka
menghadapi siksaan,
yang amat kejam,
tak sedikit mereka
yang gugur, akibat
siksaan itu. Mereka
dipenjara, diusir,
dicerai-beraikan, dan
bahkan ada di antara
mereka ada yang
cacad seumur hidup.
Di antara mereka ada
pula yang
mengorbankan
dirinya (nyawanya),
dan dengan penuh
kegembiraan, tanpa
ada rasa takut.
Mereka hanya
membayangkan janji
dari Rabbnya, yaitu
surga.
Imam Bukhari dalam
shahihnya, bahwa Ali
ra pernah berkata:
“ Dunia pergi
menjauh, dan akhirat
mendekat. Karena
itu, jadilah kalian
anak-anak akhirat,
jangan menjadi
budak-budak
dunia”. Ali bin Abi
Thalib adalah guru
bagi orang-orang
yang mencintai
akhirat. Dalam
riwayat yang shahih,
suatu malam Ali ra
mengelus-ngelus
janggutnya, sambil
menangis, “Wahai
dunia, wahai yang
hina, kujatuhkan
talak tiga kepadamu
tanpa rujuk lagi ”,
gumam Ali ra.
Abdullah bin
Hudzaifah, ketika
menjadi tawanan,
dibawa menghadap
Raja Persia. Sang
Raja berkata kepada
Hudzaifah: “Hai
Abdullah bin
Hudzaifah! Apakah
kamu besedia keluar
dari agama
Muhammad dengan
imbalan kuberi
separuh
kerajaanku?”.
“Demi Allah yang
tidak ada Tuhan
selain Dia, sekedip
matapun aku tidak
akan mundur dari
agama Muhammad
walau engkau
memberiku seluruh
kerajaanmu dan
kerajaan bapak dan
kakekmu!?
Mereka lebih
mencintai kehidupan
akhirat,
dibandingkan dengan
kelezatan dan
kenikmatan
kehidupan dunia,
yang pasti akan
sirna. Wallahu
‘ alam.